Wednesday, November 18, 2009

Orang-orang yang Tidak (Mau) Berpikir Besar

Sudah jadi sunnatullah, para pencilan yang berada di kerumunan kebaikan adalah yang merusak. Seperti defects atau cacat pada kristal silikon, yang membuat ia tak lagi punya harga jual untuk dijadikan material penangkap cahaya di sel surya. Seperti retak sesisik di tabung, yang membuat ia tak lagi berdaya guna untuk dijadikan alat bantu reaksi kimia. Seperti pula untaian kata yang menjadi peribahasa syahdu lagi menyayat,

"ulah nila setitik, rusak susu sebelanga";

agaknya telah memberikan gambaran pada kita, keberadaan orang-orang yang menyusup gerbong mainstream pemikiran maju, orang-orang yang tidak mampu berpikir besar, adalah kunci utama kehancuran perputaran roda kebaikan, yang kata Allah dengan manisnya memberikan keyakinan, bahwa perkataan mana lagi yang lebih baik dari-nya? Yang pula dijanjikan oleh Allah sejak unta merah hingga dunia dan seisinya.

Harusnya kisah pemanah di Perang Uhud telah mengajarkan kita pula. Ketika sekian detik mereka terlena oleh kenikmatan semu dunia dan meninggalkan keputusan sang pemimpi(n), lenyap seketika serombongan kereta perjuangan itu. Bukan, bukan karena mereka orang-orang yang hobi melanggar. Mereka hanya orang-orang yang tak mampu berpikir besar, tidak mau "start with end in our mind", hingga mereka terlena dan lebih terbuai dengan pikiran-pikiran kecil yang menjadikan mereka tidak lebih dari sekedar batu kerikil, dan lebih kacau lagi, menghancurkan sebuah sistem perjuangan melawan al-bathil!

Silakan hancur, hancurlah sendiri, jangan ngajak-ngajak. Tapi itulah sekali lagi, efek kehadiran orang-orang yang berpikir kerdil, di tengah-tengah gelombang perlawanan, gelombang keadilan.

***

Hijrah itu, kita maknai sebagai sebuah pencarian jati diri baru kita sebagai seorang muslim. Teringat wasiat Syaikh Al-Qardhawi, beliau berpesan bahwa, jika kejayaan Islam adalah keniscayaan, maka tugas kita lah untuk bertebaran dan menjadi agen perubahan. Tidak hanya di daerah asal muasal kita. Begitupun seharusnya kisah perjalanan kita di negeri singa ini.

Maka pada akhirnya tugas kita lah untuk bersatu, merapikan barisan, menyatukan otak dan pikiran, merangkai potongan lidi demi lidi untuk menjadi sapu yang kokoh yang bisa menerjangkan badai keras, pun sekeras katrina, el-nino.

Kemudian terkumpulnya kita, bukanlah untuk menciptakan kisah-kisah syahwat yang baru! Bukanlah ia hadir untuk justru membuat kita jadi pusing sendiri, saling menuduh, saling memberikan beban baru, dan melemahkan arti kehadiran kita di tanah rantau ini. Itu salah.



Maka pada akhirnya jua lah, tidak ada yang niscaya, kecuali perubahan. Seisi dunia ini berisi makar, beradu kuat dalam merubah, seperti terkandung secara implisit dalam wasiat Ali ra.

"Kebaikan yang tidak terorganisir pasti akan takluk dari kejahatan yang terorganisir."

Maka maknai perubahan sebagai: berubahlah, dan ciptakan perubahan. Bersama-sama. Bukan dengan sendiri-sendiri, semaunya saja, sak-enak-udele-dewe. Berubahlah, untuk tidak lagi menjadi korban arus pemindaian aqidah ngawur, menggerus kebaikan akhlak kita, dan menukarnya dengan yang mazmumah, serta ciptakan perubahan bagi lingkungan kita, dan orang-orang yang kita sayangi di sekitar kita.

Bukankah Rasul kita adalah orang yang paling keras merubah dirinya, bersyukur yang hebat, hingga letihnya fisik tidak menjadikan beliau kendur beribadah malam? Bukankan Rasul kita adalah orang yang paling keras mujaahadah-nya, kesungguhannya, dalam menciptakan perubahan bagi orang-orang terdekatnya? Ialah Rasul, teladan utama kita.

Berapa banyak dari kita yang masih memiliki asa, yang mencintai republik kita seperti ia mencintai dirinya sendiri, bahkan lebih dari itu. Berapa banyak dari kita yang masih memiliki asa, menjadi bagian dari batu bata besar tegaknya kalimatullah di muka bumi ini. Berapa banyak...

Namun berapa besar dari kita yang telah kehilangan asa, hingga mengorbankan cita-cita mulia di bawah kepentingan syahwat. Namun juga berapa besar dari kita yang telah kehilangan asa, hingga menggugurkan aqidah, meletakkannya terhina-dina di bawah sebuah -yang seharusnya menjadi sarana perjuangan, namun di-salah-mengertikan- sistem bernama GPA, transcript, honor. Janganlah begitu.

Ya rabb, ya muqollibal quluub, tsabbits quluubanaa 'alaa diinik.



Janganlah lagi menjadi kerikil dalam jalan juang ini. Janganlah mau menjadi buih penghancur ide-ide besar peradaban. Janganlah terjebak dalam jurang syahwat menjadi penghambat turunnya keberkahan Allah ke negeri ini, dan kita. Jadilah bagian dari yang berpikir besar, sekali lagi, dengan berubah, dan menciptakan perubahan. Karena hanya sayang kita pada Islam, yang menjadikan kita bertahan hingga detik ini hari ini.

Selamat exam. Semoga exam ini menjadi salah satu perangkat jual beli kita dengan-Nya, untuk ditukar dengan surga. :)

Akhukum fillah,
Ikono
Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi
KUNTUM Indonesia 2009/10
"Menuju Bulan!"

No comments:

Passenger waited at Kenangan Station


Hanya selintas pemikiran untuk merangkai setiap stasiun kenangan dalam hidup saya menjadi sebuah rute perjalanan yang indah

About Me

Singapore, Jurong, Singapore
Full-Time Undergraduate Student Materials Science and Engineering Nanyang Technological University Singapore