よいこたちのストーリ

Monday, December 14, 2009

Tentang Saya (2)

Agak berat juga buat saya meninggalkan negeri ini. Sempat terngiang, “Dosakah saya lari dari negeri penuh masalah ini?” Namun akhirnya saya membulatkan tekad. Saya berangkat ke Singapura dengan motivasi untuk belajar lebih, menuntut ilmu, dan mencari pengalaman yang special, untuk kemudian kembali dan memberi arti bagi agama dan bangsa. NTU nama kampus saya. Materials Science and Engineering jurusan saya.

Awal-awal tentu saja mengalami culture shock, seperti pola belajar, gak ada azan, ‘buka-buka-an’ dan lain sebagainya. Gak mudah juga melaluinya, namun alhamdulillah, bareng-bareng sama temen-temen seperjuangan, suka duka dilewati akhirnya mulai juga merasa betah, setidaknya by akhir semester 1 sudah mulai merasa nyaman.

Aktivitas non-akademik tidak henti saya lakukan. Aktivitas paling banyak saya porsikan ke PINTU (Pelajar Indonesia NTU), PPIS (Perhimpunan Pelajar Indonesia di Singapura), KUNTUM (Keluarga NTU Muslim) Indonesia dan NTUMS. Di PINTU, karir saya bermula sebagai ketua divisi solidaritas, semacam mensos lah. Kemudian serunya di tahun kedua, saya diamanahkan menjadi ketua PINTU periode ke-6. Bukan pekerjaan mudah loh, walaupun terkesannya begitu, karena yang dipimpin adalah sekitar 600 hingga 700 mahasiswa Indonesia yang berada di NTU, baik S1 maupun S2-S3. Yah itu menjadi pengalaman yang sangat berharga buat saya, apalagi saya mencatat rekor ketua PINTU pertama yang tingkat 2 –sebelumnya selalu tingkat 3. Jadi masalah pendekatan ke senior juga buka urusan mudah, namun sangat mendewasakan, alhamdulillah. Menjadi ketua PINTU, saya belajar banyak tentang kepemimpinan yang memuaskan semua golongan, tentang kreativitas dalam keterbatasan, dan juga tentang menjaga komitmen dalam himpitan berbagai beban sekaligus.

Dari keaktifan saya di PINTU juga lah yang menjadikan saya dekat dengan PPIS. Di saat yang bersamaan, saya diamanahkan menjadi dewan penasehat PPIS, sekali lagi, bukan amanah yang bisa asal jeplak aja… Sempat juga saya aktif di NTUMS, waktu itu menjawab sebagai Events manager, orang yang bertanggung jawab terhadap kelancaran seluruh events yang diadakan oleh NTUMS dalam setahun. Dalam fase ini, saya banyak meng-improve diri dalam menghargai “gaya beragama” di Singapura, dan juga skill berbahasa inggris. Seru juga loh, memimpin rapat atau beradu argument tentang organisasi dalam bahasa inggris. Itu menjadi tantangan tersendiri buat saya. Karir akhir saya di NTUMS adalah sebagai majelis syuro, alias semacam dewan penasehat. Masih berjalan hingga sekarang. Aktivitas saya lainnya sekarang adalah menjadi ketua majelis pertimbangan organisasi KUNTUM Indonesia. Lagi-lagi amanah yang nggak sembarangan –dari tadi kok susah-susah mulu yak -_-. Saya bertanggung jawab terhadap isi, arah, dan tujuan KUNTUM Indonesia agar dapat memberikan manfaat yang nyata bagi sekitar, maupun lingkup yang lebih luas.

Kalau urusan nilai, ya pas-pas-an lah –ameliorasinya “ancur” ini ya :p. Setidaknya masih maintain di level yang “nggak mengkhawatirkan” buat saya yang penting tetap bersyukur atas segalanya… Saya mencintai bidang keilmuan yang saya tekuni sekarang, dan berharap bisa meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

Harapannya, Allah mengampuni apa-apa yang telah saya perbuat-salah-kan, banyak deh dosa saya 4 tahun ini, astagfirulloh… Juga, berharap, semua yang telah saya lalui bisa memberi makna bagi, yang pertama tentu saja peningkatan kesolehan pribadi. Itu tuntunan utama, disusul kebermanfaatan bagi ummat. Baik yang telah saya lalui, maupun apa yang terkandung di dalamnya, semoga akan ada masanya Allah memberikan kesempatan buat saya untuk mengamalkannya. Ya pokoknya jangan jadi orang biasa lah, gak seru ;).

Akhukum fillah,
Ikono
15 Desember 2009
di Biomaterials Lab yang kucintai karena Allah…

Saturday, December 12, 2009

Tentang Saya (1)

Saya biasa dipanggil Ikono, atau Iko. Ada juga sebagian orang memanggil saya dengan Radyum. Anak kedua dari 2 bersaudara. Abang saya baru saja menikah November 2009 kemarin dan saat ini menetap di Singapura bersama dengan istri. Ayah saya seorang dosen dan guru besar di UI, jurusan teknik kimia. Beliau mendapat amanah sebagai ketua Senat Akademik Universitas, kalo ndak salah periode 2007-2011 (ga ingat pastinya). Ketua SAU itu semacam badan legislasi-nya UI, gampangnya sih kalau wisuda duduknya di samping rektor ;). Ibu saya seorang ibu rumah tangga, mantan guru matematika di SMA swasta di Depok. Baru saja memutuskan untuk berhenti mengajar setelah berkarir selama kurang lebih 20 tahun. Beliau lulusan teknik kimia ITS, yang juga di kampus itulah ayah dan ibu saya bertemu. Orang bilang keluarga kami, keluarga engineer, dengan ayah dan ibu lulusan teknik kimia, abang saya teknik elektro, sementara saya sendiri menempuh studi di bidang teknik material. Unik memang.

Ketika kecil saya sempat tinggal di Tokyo selama kurang lebih 5 tahun, menemani ayah saya menempuh jenjang S2 dan S3. Kemudian SD dan SMP setia di Depok, kota yang sungguh sangat saya cintai, melebihi kota lain manapun di nusantara ini. Ketika SMA memutuskan untuk ke luar kota untuk mencari tantangan yang lebih seru, dan Alhamdulillah Allah mengizinkan saya untuk bisa masuk SMA Negeri 8 Jakarta, yang ketika itu katanya sekolah negeri nomer 1 se-Indonesia. Kuliah saya di NTU, jurusan teknik material; sungguh tempat kuliah yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, Alhamdulillah Allah memberikan saya kesempatan yang begitu unik ini.

Ikono kecil tumbuh dengan prestasi segudang. Masa SD saya lalui dengan langganan juara kelas, juga juara umum satu sekolahan. Prestasi ‘tergila’ saya ketika itu adalah menjadi juara 1 siswa teladan tingkat kota depok, dan mewakili depok untuk menuju seleksi tingkat provinsi –prestasi serupa saya torehkan ketika SMP, namun senasib, tidak mendapatkan gelar apa-apa di level provinsi. Saya ketika SD disanjung-sanjung banyak orang karena kepintarannya, juga kebaikan tingkah lakunya, ya speerti layaknya anak SD yang baik-baik lah. Nah segalanya agak sedikit berubah ketika SMP, yang saya anggap sebagai masa terkelam saya sebagai seorang muslim (moga2 ketika itu belum baligh jadi soanya ga diitung hehe). Akibat salah pergaulan, saya mulai mengenal rokok, cewek (sayangnya ga sempet pacaran hehe :p), tawuran, dll dsb. Tapi memang rasa cinta saya pada ibu yang membuat saya kurang lebih terjaga pada track yang “nggak parah-parah amat lah”, dulu ketika diajakin tawuran, saya nggak tega membayangkan sedihnya ibu andai melihat muka anaknya bengep, atau pulang-pulang mulut bau rokok, ya robbi, serem amat yak ;). ‘Alaa kulli hal, magnet terbesar saya untuk mulai tertarik menapaki jalan taubat adalah abang saya yang sudah mengenal tarbiyah lebih awal. Melihat wajahnya yang teduh, nggak pernah dimarahin sama ortu (saya sehari bisa diteriakin ibu 2-3 kali), akhirnya luluh juga ego ini, mulai lah saya mencoba ikutan mentoring ketika kelas 3 SMP. Lebih sering bolosnya sih, hehe, tapi berkesan banget buat saya. Saya pikir, ini nih jalan yang bener, kalo diikutin mungkin surga bukan cuman mimpi :).

SMA adalah masa perubahan yang drastis. Saya memutuskan untuk berhijrah total, aktif di rohis. My life changed ketika diamanahkan menjadi ketua rohis periode ke-40 ketika itu. Ngeri juga sih. Namun Alhamdulillah jatuh bangunnya saya ketika itu, gagal-berhasilnya segala mujahadah kami ketika itu ternyata memberikan bekas yang sangat luar biasa buat saya tentang makna kepemimpinan, organisasi, manisnya ukhuwah, dan lain sebagainya yang menjadikan saya pribadi yang, kalo kata ibu saya, “Dek-ko berubah ya sejak masuk SMA 8.” –wah berubahnya jadi lebih baik atau nggak nih, nggak jelas juga hehe ;). Ya itulah masa-masanya buat saya “menemukan jati diri” dalam hidup. Subhanallah walhamdulillah…

Lanjut ke bagian 2...

Wednesday, November 18, 2009

Lama Tak Jumpa

Beberapa postingan terbaru cuman copy paste dari notes facebook. Mendadak terbersit untuk membenahi blog nih hehe ;). Selamat menikmati buat yang belom pernah baca! :)

Ikono
18 Nov 2009

Orang-orang yang Tidak (Mau) Berpikir Besar

Sudah jadi sunnatullah, para pencilan yang berada di kerumunan kebaikan adalah yang merusak. Seperti defects atau cacat pada kristal silikon, yang membuat ia tak lagi punya harga jual untuk dijadikan material penangkap cahaya di sel surya. Seperti retak sesisik di tabung, yang membuat ia tak lagi berdaya guna untuk dijadikan alat bantu reaksi kimia. Seperti pula untaian kata yang menjadi peribahasa syahdu lagi menyayat,

"ulah nila setitik, rusak susu sebelanga";

agaknya telah memberikan gambaran pada kita, keberadaan orang-orang yang menyusup gerbong mainstream pemikiran maju, orang-orang yang tidak mampu berpikir besar, adalah kunci utama kehancuran perputaran roda kebaikan, yang kata Allah dengan manisnya memberikan keyakinan, bahwa perkataan mana lagi yang lebih baik dari-nya? Yang pula dijanjikan oleh Allah sejak unta merah hingga dunia dan seisinya.

Harusnya kisah pemanah di Perang Uhud telah mengajarkan kita pula. Ketika sekian detik mereka terlena oleh kenikmatan semu dunia dan meninggalkan keputusan sang pemimpi(n), lenyap seketika serombongan kereta perjuangan itu. Bukan, bukan karena mereka orang-orang yang hobi melanggar. Mereka hanya orang-orang yang tak mampu berpikir besar, tidak mau "start with end in our mind", hingga mereka terlena dan lebih terbuai dengan pikiran-pikiran kecil yang menjadikan mereka tidak lebih dari sekedar batu kerikil, dan lebih kacau lagi, menghancurkan sebuah sistem perjuangan melawan al-bathil!

Silakan hancur, hancurlah sendiri, jangan ngajak-ngajak. Tapi itulah sekali lagi, efek kehadiran orang-orang yang berpikir kerdil, di tengah-tengah gelombang perlawanan, gelombang keadilan.

***

Hijrah itu, kita maknai sebagai sebuah pencarian jati diri baru kita sebagai seorang muslim. Teringat wasiat Syaikh Al-Qardhawi, beliau berpesan bahwa, jika kejayaan Islam adalah keniscayaan, maka tugas kita lah untuk bertebaran dan menjadi agen perubahan. Tidak hanya di daerah asal muasal kita. Begitupun seharusnya kisah perjalanan kita di negeri singa ini.

Maka pada akhirnya tugas kita lah untuk bersatu, merapikan barisan, menyatukan otak dan pikiran, merangkai potongan lidi demi lidi untuk menjadi sapu yang kokoh yang bisa menerjangkan badai keras, pun sekeras katrina, el-nino.

Kemudian terkumpulnya kita, bukanlah untuk menciptakan kisah-kisah syahwat yang baru! Bukanlah ia hadir untuk justru membuat kita jadi pusing sendiri, saling menuduh, saling memberikan beban baru, dan melemahkan arti kehadiran kita di tanah rantau ini. Itu salah.



Maka pada akhirnya jua lah, tidak ada yang niscaya, kecuali perubahan. Seisi dunia ini berisi makar, beradu kuat dalam merubah, seperti terkandung secara implisit dalam wasiat Ali ra.

"Kebaikan yang tidak terorganisir pasti akan takluk dari kejahatan yang terorganisir."

Maka maknai perubahan sebagai: berubahlah, dan ciptakan perubahan. Bersama-sama. Bukan dengan sendiri-sendiri, semaunya saja, sak-enak-udele-dewe. Berubahlah, untuk tidak lagi menjadi korban arus pemindaian aqidah ngawur, menggerus kebaikan akhlak kita, dan menukarnya dengan yang mazmumah, serta ciptakan perubahan bagi lingkungan kita, dan orang-orang yang kita sayangi di sekitar kita.

Bukankah Rasul kita adalah orang yang paling keras merubah dirinya, bersyukur yang hebat, hingga letihnya fisik tidak menjadikan beliau kendur beribadah malam? Bukankan Rasul kita adalah orang yang paling keras mujaahadah-nya, kesungguhannya, dalam menciptakan perubahan bagi orang-orang terdekatnya? Ialah Rasul, teladan utama kita.

Berapa banyak dari kita yang masih memiliki asa, yang mencintai republik kita seperti ia mencintai dirinya sendiri, bahkan lebih dari itu. Berapa banyak dari kita yang masih memiliki asa, menjadi bagian dari batu bata besar tegaknya kalimatullah di muka bumi ini. Berapa banyak...

Namun berapa besar dari kita yang telah kehilangan asa, hingga mengorbankan cita-cita mulia di bawah kepentingan syahwat. Namun juga berapa besar dari kita yang telah kehilangan asa, hingga menggugurkan aqidah, meletakkannya terhina-dina di bawah sebuah -yang seharusnya menjadi sarana perjuangan, namun di-salah-mengertikan- sistem bernama GPA, transcript, honor. Janganlah begitu.

Ya rabb, ya muqollibal quluub, tsabbits quluubanaa 'alaa diinik.



Janganlah lagi menjadi kerikil dalam jalan juang ini. Janganlah mau menjadi buih penghancur ide-ide besar peradaban. Janganlah terjebak dalam jurang syahwat menjadi penghambat turunnya keberkahan Allah ke negeri ini, dan kita. Jadilah bagian dari yang berpikir besar, sekali lagi, dengan berubah, dan menciptakan perubahan. Karena hanya sayang kita pada Islam, yang menjadikan kita bertahan hingga detik ini hari ini.

Selamat exam. Semoga exam ini menjadi salah satu perangkat jual beli kita dengan-Nya, untuk ditukar dengan surga. :)

Akhukum fillah,
Ikono
Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi
KUNTUM Indonesia 2009/10
"Menuju Bulan!"

NASI UDUK (2): Di Kala Duka

Cerita ini saya tulis dulu sekitar Juni 2006, beberapa masa sebelum berangkat merantau ke singapura. Masih dengan idealisme lama, seorang mantan ketua rohis sma negeri 8 jakarta hehe ;). Selamat menikmati ;)

Btw ini pesenannya si adrin, katanya mau nostalgia hehe ;).

Nasi Uduk 2: Di Kala Duka

“Nyam, nyam… Duh, gurih bener nih bakwan. Udah kayak bakwan Itali aja”, Niko bergumam.
“Ngaco ente. Mana ada bakwan Itali, ada juga bakwan Arab”, timpal Ikono, lebih ngasal lagi.
“Udah ah. Aneh banget sih ente berdua. Yang penting kan kenyang. Pak, pentolnya nambah tiga lagi ya!”, seru Diaz.
“Wuuuu, dasar maunya…”, timpal Niko dan Ikono serempak.

Suasana minggu pagi –masih dalam suasana lebaran- di areal asrama UI memang sangat menentramkan hati. Selain sepi, semilir angin yang berhembus, ditambah kicau burung-burung yang merdu benar-benar menghibur para personil NASI UDUK yang sudah terlarut dalam kepadatan aktivitas selama satu bulan ini.

Ya, memang, selama bulan Ramadhan kemarin, NASI UDUK banyak mengikuti lomba-lomba nasyid seperti KNI (Kontes Nasyid Indonesia ), MELASI (Mengarang lagu Islami) dan lainnya. Ditambah lagi, mereka juga baru saja menyelesaikan tugas sebagai panitia DVD-ROM di sekolah mereka. Duduk santai di atas rerumputan yang hijau, sembari bertafakur memikirkan kebesaran-kebesaran Sang Pencipta. Ya Allah, sungguh, Robbanaa maa kholaqta haa zaa baatilaa…

“Wah, emang enak ya, suasana pasca Lebaran. Makan sepuasnya…”, kata Diaz sambil mencomot satu bakwan langsung ke mulutnya.
“Ente gimana pren. Kata Rasulullah , kan harusnya kita sedih, karena bulan Ramadhan yang penuh rahmat dah berlalu”, protes Ikono.
“Lah, kan hati memang sedih, tapi boleh dong perut gembira, iya gak?”, jawab Diaz, sambil tersenyum lepas.
“Dasar bapak ini emang…”, Niko menimpali sambil menggelengkan kepala.
“Eh, iya, ngomong-ngomong yang lain mana nih? Kok gak kliatan sih, udah jam 8 nih…!!”, tanya Diaz.
Saat ini mereka memang sedang menunggu 4 orang temannya untuk latihan nasyid. Siapakah mereka? Mari kita tunggu…
“Tenang aja, 5 menit yang lalu mereka SMS sih, katanya udah di stasiun POCIN (Pondok Cina.Red)”, jawab Niko.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Dari arah danau terlihat 3 orang remaja tengah berjalan elegan (baca : sok keren), layaknya bintang film asal Cina, “V4”. Ya, tentu saja, mereka adalah 4 orang personil NASI UDUK lainnya : Juno, Adrin, Eman dan Dipta! Eh, eh, ntar dulu. Kok cuma ada 3 yang lagi jalan? Berarti yang satu lagi ke mana ya? Penasaran kan? Makanya, ikutin terus kelanjutannya...

“Assalamu’alaikum pren…!! How are you…? Minal Aidin Wal fa idzin ye. Maafin ane kalo ada salah”, seru Eman pertama kali.
“Wa’alaikumsalam”, jawab Niko, Ikono dan Diaz serempak.
“Untung nyadar ente banyak salah. Iye, sama-sama. Maafin ane juga”, balas Ikono.

Kemudian selama beberapa menit kemudian, mereka melepas rindu setelah tidak bertemu sekitar 1 minggu karena libur. Mereka juga saling bermaaf-maafan, sambil berpelukan, memohon keikhlasan teman-temannya untuk memaafkan segala kesalahannya.

“Eh, BTW, Dipta kok gak ada? Bukannya ente pada bareng-bareng ya?”, tanya Diaz kebingungan.
“Loh, ane kira justru Dipta sama ente-ente pade. Makanya tadi gak kita tungguin di sekolah”, jawab Juno.
“Loh, kok gitu sih? Ya udah deh, sms aja. Jangan-jangan dia lupa lagi...”, tambah Niko.
“Ya udah deh, mendingan langsung aja kita mulai. Sekitar jam 2 ane ada janji ama cewe’, eh salah, ama ibu ane…”, kata Adrin.
“Adrin, adrin. Udah pensiun dari kepengurusan rohis langsung deh…”, timpal Juno, sedikit mengejek.
“Ya udah deh, semua duduk dulu…”.
“Eh, bentar, ane balikin piring bakso dulu ya!”, seru Diaz.
“Ya udah sono, buruan. Makan sendirian aje sih, dasar…”, Eman.

Setelah Diaz tiba, nereka membentuk posisi melingkar, seperti sebuah majelis Liqo’at (mentoring.Red).
Dipimpin oleh sang kapten, Eman, “OK, kita buka dengan lafaz basmalah…”
“Bismillaahirrahmaanirrahiim”.

Sesaat kemudian mereka memulai latihannya seperti biasa. Sebelumnya, maaf kalo telat memperkenalkan, NASI UDUK terdiri dari 7 orang. Niko sebagai lead vocal, Ikono sebagai perkusi+vocal, Juno dan Dipta sebagai suara dua, Eman dan Adrin sebagai perkusi dan terakhir Diaz sebagai bass. Hampir satu jam sudah berlalu, setelah mengulang-ulang sekitar 10 lagu, mereka menyudahi latihan mereka.

“Wah, alhamdulillah nih, ternyata 2 minggu gak ketemu masih kompak aje ye! Tapi gak ada Dipta jadi agak susah nih. Ane mesti double job buat negebantu suara tingginya Juno. Ternyata bener ye, perumpamaan muslim itu ibarat batu bata yang saling melengkapi. Kalo satu gak ada pasti jadi timpang”, seru Ikono sekaligus memberikan tausiyah.
“Yo’i setuju banget. Tapi namanya juga NASI UDUK gitu loh! Juara 3 KNI...! (haaah, mimpi kali ye... ;p). Harusnya kehilangan satu personil gak jadi masalah lah”, timpal Juno.
“Hush... Jangan sombong dulu, teman. Nanti rizki kita dicabut tau rasa loh”, timpal Adrin, mengingatkan Juno.
Tuutut... Tuutut...
“Eh, pren. Dapet sms dari Dipta nih!”, tiba-tiba Eman berteriak.
Secara otomatis mereka langsung melingkari Eman yang sedang memegang ENGAGEnya,

AsW. Tmn2, afwan y ga bisa dtg. Ane ada acr klrg. Eh, btw bsk ane mo ngomong sesuatu yg pntg nih! Bsk kita kmpl mingguan sprt biasa kan? Ya udah, ane harap antum pada dateng semua y! Serius pntg bgt nih. SBY-JK (Syukron Banget Ye. Jazakumullah Khair.RED)

“Waduh, gaya banget nih si Dipta pake mo ngomong serius segala. Palingan juga mo nawarin MLMnya seperti biasa, hehe...”, seru Niko. Maklum, si Dipta ini salah satu jagoan bisnis MLM di sekolahnya.
Kemudian Eman memotong, “Ya udah deh, pokoknya buat hari ini udah cukup kan ya? Ya udah disudahi aja deh. Kita tutup dengan do’a penutup majelis”.
“Subhanakallahumma wa bihamdika, asyhaduallaa ilaa haillaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaiik...”, serempak semuanya.
“Besok jangan lupa kumpul mingguan, istirahat 1 di masjid, ok!”

Setelah itu mereka bersama-sama berjalan menikmati hijaunya alam UI Depok. Merasakan indahnya ukhuwah islamiyah yang dianugerahkan oleh Allah pada mereka.


***

“Pokoknya ane dah mutusin. Kita kan udah kelas 3 nih, udah gak bisa lagi kita bersantai-santai seperti pas klas 2 kemarin. Terutama ane. Ortu ane tuh udah ngelarang ane lagi buat terlalu aktif di kegiatan-kegiatan rohis. Kemaren aja ane gak dateng sebenernya gara-gara gak dibolehin. Pokoknya ane tuh udah diwajibin buat blajar, blajar dan bermain… Hehe, nggak, bcanda lah. Blajar, so pasti. Intinya, dengan sangat ringan, eh maksudnya berat hati, ane menyatakan untuk keluar dari NASI UDUK”, statement yang sangat mengejutkan. Coba tebak, siapakah yang berkata demikian? Dan kali tebakan anda tepat. Orang tersebut adalah Dipta!

Adrin, Eman, Ikono, Juno, Diaz terdiam. Saat ini mereka sedang berada di teras masjid. Seperti biasanya, mereka membuat halaqah kecil. Niko yang sedang mengikuti remedial memang menyatakan untuk tidak bisa hadir di pertemuan mingguan NASI UDUK tersebut.

Eman, sang kapten, mencoba memulai menanggapi, “Dip, ane tau tuntutan dari ortu ente emang berat, tapi gak harus sampe keluar kan ? Kita bisa aja kok mengurangi frekuensi latihan atau gimana kek. Yang penting ente jangan sampe keluar deh…”.

“Setuju, setuju…”, timpal diaz dengan suara nge”bass”nya.
“Iya, lagian juga ente kan megang suara tinggi. Kalo gak ada ente mo siapa lagi dip?”, Ikono mencoba menambahkan.
“Setuju, setuju…”, timpal diaz.
“Dah gitu gimana nih dengan cita-cita kita? Kan dulu kita bermimpi untuk terus menjaga kelompok kita ini sampe suatu saat nanti kita bisa jadi sengetop grup nasyid REHAN ato THE PIKR. Kalo ente kluar, gimana nih...”, tambah Juno, membuat suasana menjadi semakin sengit.
“Setuju, setuju...”, lagi-lagi diaz menimpali.
“Ente apaan sih? Setuju-setuju doang dah kayak anggota MPR aja...”, balas Adrin.
“Hehe, kalo ane sih apa aja gak masalah deh. Yang pasti nih HaPe permainannya seru juga ye, man”, jawab Diaz yang sedang asyik memainkan ENGAGEnya Eman.

Serempak, semua yang hadir menggelengkan kepala sembari tersenyum kesal. Mungkin dalam hati mereka, “fuuuhhh... emang nih orang. Sabar... sabar...”.

Si suara merdu, Dipta, yang ikut tersenyum juga mencoba menjelaskan lagi kepada teman-temannya, “My pren yang dirahmati Allah, afwan. Ini udah jadi keputusan ane. Lagipula keluarnya ane kan buka berarti segalanya. Antum bisa aja kan mencari personil baru buat menggantikan ane. 150 siswa angkatan kita masa sih gak ada yang bisa gantiin ane buat megang suara tinggi? Agus IPA J, trus Pangeran IPA L ato Agam IPA X kan bisa tuh diajak gabung. Pokoknya keputusan ini udah final. Ane minta pengertian dari antum semua untuk bisa melepas kepergian ane ini. Maaf kalo gak bisa menuhin janji untuk tetap setia yang dulu pernah kita ungkapkan (ceileeee... kayak suami-istri aje... ;p). Afwan kalo agak egois, tapi ane yakin inilah yang terbaik buat ane, dan buat kita semua”.

Lagi-lagi semua hanya bisa terdiam.

“ZZZIIINGGG, kok diem aja. Ada apa nih?”, tiba-tiba Niko datang, memecahkan suasana beku saat itu.
“Remedialnya udah, ko? Bisa?”, tanya Dipta.
“Alhamdulillah lumayan lah. Ya udah, trus ada apa sih nih? Kok kayaknya pada serius banget sih?”
Eman menjelaskan semua pembicaraan yang baru saja terjadi kepada Niko.
Setelah Eman selesai bercerita, sambil menganggukkan kepala, niko berujar, “Ya udahlah. Gak masalah kan. Toh Dipta sudah memutuskan. Apa hak kita buat ngelarang, iya gak?”.
“Iya sih, tapi...”, Adrin menjawab dengan ragu.
“My Pren, setiap kita pasti memiliki prioritas. Dan kita kudu menghargai prioritas itu kan? Ayolah, hargai Dipta. Dia sudah membuat keputusan. Dan kita harusnya menghargai keputusan tersebut”, tambah Niko.

Lagi-lagi suasana hening sejenak, sebelum Eman memutuskan, “Ok, ok. Kita perlu waktu buat bepikir. Ane kasih waktu 3 menit, masing-masing harap menyumbagkan pendapatnya perihal : Setujukah anda kalau Dipta keluar dari NASI UDUK? Ok, waktu 3 menit mulai dari sekarang”.

Semua berpikir keras. Mungkin ini akan jadi suatu hal yang sangat sulit buat mereka, dan 3 menit sudah berlalu...
“Baiklah, sekarang ane minta semuanya fokus. Ane minta setiap orang menjawab ya/tidak, beserta alasan singkat. Dimulai dari Ikono”.
“Mmmm, ya, ane setuju. Ane setuju sama pendapatnya niko”.
“Cukup, berikutnya Juno”.
“Ya, sama seperti Ikono”
“Syukron. Berikutnya, apakah ada yang memiliki pendapat yang sama dengan Ikono, Juno dan Niko?”.

Adrin mengangkat tangan.

“Berarti tinggal Diaz. Gimana yaz, ada pendapat yang lain gak? Dari tadi ente diem aja”.
“Gak kok. Ane setuju. Satu pesan aja buat Dipta. Silakan akh, kalau ente pingin keluar dari kelompok nasyid ini. Buat ane gak ada masalah, karena ane setuju dengan pendapat niko tadi. Tapi, satu hal, ane harap ente gak kluar dari jama’ah da’wah ini. Nasyid bukan segalanya, tapi ingat, kita adalah da’wah, kita adalah perjuangan. Nahnu du’at qobla kulli syaii’. Setiap kita adalah da’i sebelum segala sesuatunya. Ane harap, akademis tidak menghalangi ente untuk tetap beramal konkrit dalam da’wah yang mulia ini. Dan ane harap ini bukanlah akhir dari ukhuwah NASI UDUK kita. Coba aja ente inget-inget saat-saat kita pertama kali terbentuk dulu, trus juga suka duka kita mengikuti lomba-lomba, pentas di walimahan dan lainnya. Afwan kalau jadi agak serius, tapi pokonya tetep semangat ya akhi”, Diaz menanggapi, diakhiri dengan senyum simpul yang manis.

Untuk sekian kalinya suasana menjadi hening. Walaupun dalam hati, mungkin mereka berkata, “tumben si diaz ngomongnya bner, hehe”. Suasana haru tak dapat disingkirkan lagi.

Sekaligus memecah keheningan, Eman menyimpulkan,”Baiklah. Ane kira kita udah sepakat ya. Dengan ini ane selaku kapten NASI UDUK menyimpulkan, Dipta diberhentikan dengan tehormat dari tim nasyid NASI UDUK. Saksinya seluruh personil NASI UDUK. Apakah keputusan ini bisa disahkan?”.
“SAAHH...!!”, semua menjawab serempak.

Sesaat kemudian, nuansa kesedihan tak dapat dihindari lagi. Semua bergantian memeluk Dipta. Satu per satu memberikan semangat, meminta maaf juga mengucap janji-janji setia untuk tetap menjaga ukhuwah di antara mereka selamanya.


***

PS : Bwt dipta, nyante aja kali. Gw bukan mo ngusir ente dari tim kok, hehe... Bwt diaz, bcanda kali. Jangan marah kalo ente jadi tokoh “aneh” di NASI UDUK. Bumbu doang, ok...=). Yaah, memang duka tak bisa dihindarkan dalam lika-liku perjalanan kita, btul...?
ukhuwah fillah

NASI UDUK (1)

Jum’at siang di Masjid Darul Irfan, masih dalam suasana liburan Ramadhan. Tujuh Anak Rohis sedang ngobrol.

“Duh, perasaan liburan gini bukannya malah produktif, malah jadi serba males. Mana kantong kosong pula. Mo nonton juga mikir-mikir”, gerutu Diaz, sambil merogoh-rogoh kantongnya yang memang hampa tak berisi.

“Ah, ente pikirannya nonton mulu… Mending juga ngaji. Udah gratis, dapet ilmu, dapet pahala pula! Apalagi ini lagi bulan Ramadhan. Kata Ustadz Sanusi, kalo kita beribadah di Bulan Ramadhan tuh pahalanya bakal dilipat gandain. Tul gak…?”, Adrin menimpali.

“Udeh ah, ribut aje! Jadi latian gak nih? Masa’ udah 2 minggu gak latian-latian. Mo dibawa kemane tim nasyid kita, pren…?” tanya Eman penuh semangat empat-lima.

“Iye, bener. Perasaan ngomong mulu mo latian, ga pernah jadi-jadi. Kita tuh mesti selalu konkrit, konkrit dan konkrit… ‘Cool banget ga sih gaya gue’ (sambil gaya kaya si Melky “Bajaj” tuh…)”, timpal Ikono, yang malah bikin suasana jadi tambah gak jelas.

“Ya udah lah, kita mulai aja deh. Udah kumpul semua kan? 1, 2, 3, …… 7, nah sipp! Berarti bisa kita mulai nih!” seru Eman yang sepertinya sudah agak emosi melihat teman-temannya yang mulai kena sindrom ‘gazebo’ itu.

“OK deh, lagu pertama apa nih?” tanya Dipta.
“So pasti lagu andalan kita, AGeJe”, jawab Niko. “OK, kita mulai ya…”
“Yuuuk…”, jawab semuanya serempak dan langsung saja mereka mulai menyanyikan lagu pertama, kedua dan seterusnya, sambil terus diulang-ulang sampai lancar. Hingga tak terasa dua jam telah berlalu, mereka memutuskan untuk menyudahi latihan dan pulang ke rumah masing-masing.

* * *

Keesokan harinya, Niko dan Dipta pergi ke rumah Juno untuk bermain tenis meja bersama-sama. Setelah bermain selama beberapa set, mereka memutuskan untuk beristirahat sebentar di kamar Juno.

“Wah, seru juga tadi maennya. Ente ternyata jago juga Dip!” Juno memulai perbincangan.
“Ah, biasa aja. Faktor gen kali. Maklum, abi ane kan mantan petinju…”, balas Dipta.
“Lho, kok gitu? Keluarga yang aneh…”, kata Niko, melengkapi ke’unik’an seluruh peserta perbincangan,, anak-anak zaman sekarang…. “Eh, by the way, gimana nih DVD-ROM kita? Terakhir ane denger defisit masih 10 juta?”

“Iye tuh. Tau, si Adrin. Kebanyakan TePe, kagak pernah mikirin DVD-ROM. Pusing juga nih ane… Gimana ye caranye dapet duit 10 juta, sementara sekarang udah H-2 minggu?” Juno, koordinator dana DVD-ROM mulai kebingungan. Maklum, DVD-ROM adalah kegiatan sanlat tahunan yang sering kali ditafsirkan sebagai first impression anak-anak baru dengan ROHIS.

“Eh, ane ada usul nih. Iseng-iseng aja sih. Gimana kalo kita ngamen aje di bis ato di kereta? Kan lumayan tuh, sehari aje, mungkin kita udah bisa dapet sekitar 200 ribu. Gimana menurut ente?” usul Niko.

“Ngamen? Gak ahsan dong akhi… Masa anak ROHIS nyanyiin lagu-lagu cinta-nya FETER FAN or SLANG gitu? Yang bener aje ente…”, timpal Juno, agak kurang setuju dengan usul Niko tadi.

“Yee, sape bilang nanyi lagu kayak gituan. Ya nyanyi nasyid lah… Kita kan Tim Nasyid? Gimana sih…Lagian kan ini lagi bulan Ramadhan, orang-orang kan juga udah pada biasa lah sama nuansa-nuansa keislaman. Itung-itung dakwah juga kan…”, balas Niko enteng.

“Wah, ane setuju banget tuh! Top juga tuh idenya! Ya udah deh langsung aja kita jalan besok, gimana?” tanya Dipta penuih semangat.

“Ooooh begitu… Okeh… Boleh juga tuh! Ane bikin jartel aje ye buat besok. Kita kumpul aje di sini, trus bareng-bareng jalan ke terminal Pulo Gadung. Kan banyak tuh PATAS-nya. Gimana?” tanya Juno.

“Yuuuk…”, jawab Dipta dan Niko serempak. Langsung Juno mengambil En_gage-nya dan meng-sms anggota yang lain untuk persiapan besok:

Ass. Bsk kmpl di rumah Juno jam 9.00 tepat, ga pake tlat. Ada agenda pntg ampe sore. Siapin wkt. Syukron. Forward! Juno-Ikono-Adrin-Diaz-Eman

* * *

“Haah, ngamen? Dahsyat juga antum, idenye… OK deh, langsung aje deh kita jalan. Btw ga perlu latian lagi kan?” Ahad pagi, Ikono begitu bersemangat setelah diceritakan mengenai rencana ngamen di PATAS.

“Wah, keren juga tuh bro… Lumayan, tepe-tepe di depan banyak orang…”, timpal Diaz, sambil senyum-senyum.

“Waaaah, ente niatnya udah salah tuh akh. Inget dong lagunya Tim GRADATOR, ‘Hanyalah Untuk Allah…’. Jangan sampe niatnya buat gaya-gaya doang. Btul gak?” seru Adrin, mencoba untuk meluruskan.

“Becanda lagi…”, balas Diaz datar.
“Eh, tapi kita kan belom bikin nama tim…”, Eman mengingatkan.
“Nah, ane ada usul nih. Sebenernya udah dari dulu sih... NASI UDUK aja, gimana? ‘NASyid Islami Untuk Menghibur DUKa’. OK, kan?” Niko mengusulkan.

“Agak maksain sih, tapi keren juga tuh. Ya udah, itu aja gimana…? Setuju semua kan, dari pada bonyok…?” tanya Ikono.
“Setuju…!!!” timpal semuanya, kompak.

“Ya udah deh, kita jalan aja. Udah lengkap kan bertujuh? Yuk deh, langsung ke Terminal aje”, timpal Juno.

Mereka langsung menuju ke terminal Pulo Gadung dan mencoba mencari ‘objek dakwah’ pertamanya…

* * *

“Ini aja nih. Pulo Gadung-Depok, masih kosong”, usul Eman.

Setelah bernegosiasi dengan kondektur –sekaligus menjelaskan maksud ngamennya-, mereka langsung memulai aksi pertama mereka.

“Bismillahirrahmaanirrahii
m, assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakaatuh. Mohon maaf mengganggu anda semua, kami dari Tim Nasyid NASI UDUK ingin sedikit menghibur bapak dan ibu semua ……………………………”, Ikono memulai aksi NASI UDUK dengan pembukaan yang singkat, padat dan jelas.
“Baik, kami mulai saja, lagu pertama dari kami, AGeJe, selamat menikmati”. Langsung saja mereka menyanyikan lagu andalan mereka. Dilanjutkan dengan lagu kedua, ketiga dan seterusnya, mengiringi perjalanan para karyawan dan pekerja kantoran yang sedang suntuk, karena hari Minggu pun mereka harus masuk kerja.

Sampai di Lenteng Agung, setelah menempuh sekitar 1 jam perjalanan, mereka memutuskan untuk menyudahi penampilan mereka dan mulai menarik imbalan seikhlasnya dari penumpang PATAS.
“Yak, NASI UDUK mengucapkan terima kasih kepada Bapak dan Ibu semuanya. Semoga anda semua selamat sampai tujuan. Mohon maaf jika kehadiran kami mengganggu anda sekalian. Billaahittaufiq wal hidayah, Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakaatuh”.

“Ayo pren, kita turun”, seru Juno ke yang lain.
Mereka turun tepat di pintu tol Lenteng Agung, bersama dengan beberapa penumpang yang dari seragamnya dapat dipastikan bahwa orang-orang tersebut adalah karyawan Perusahaan Aneka Tambak.

“Eh, dapet berapa tadi? Itung dong buruan! Sapa tau bisa buat makan-makan…”, seru Diaz.
“Wah…parah tuh… Ente bagemane! Nih duit kan kita niatin buat nambah kas DVD-ROM! Masa anak ROHIS korup…”, timpal Niko, kurang setuju dengan pendapat Diaz.
“Yee, kan becanda lagi,, Dianggep serius amat…”, balas Diaz. “Ya udah, diitung sambil jalan aja deh”.

Mereka berjalan pelan menyusuri jalan Simatupang, tiba-tiba terdengar seseorang yang memanggil.

“Hei, mas-mas, tunggu sebentar. Saya mau bicara sebentar sama anda semua”, kata orang yang tak dikenal tersebut, spontan membuat mereka semua berhenti berjalan.
“Maaf, perkenalkan, nama saya Muhammad Rifki, panggil saja saya Rifki atau Mumu. Saya direktur ANI, Akademi Nasyid Indonesia. Tentunya anda semua sudah tahu kan tentang ANI…?”, tanya Pak Mumu. “Dan kebetulan tadi saya naik PATAS tempat kalian ngamen, ehm, terus terang, saya sangat terkesan dengan kemampuan olah vokal kalian. Terutama kekompakan kalian”, tambahnya.

“Sumpeh pak…? Bener tuh…? Perasaan tadi kita biasa aja deh…”, tanya Dipta, agak kurang percaya.

“Bener deh, gak mungkin saya salah…! Kemampuan kalian tadi sudah selevel dengan tim nasyid taraf nasional, seperti GRADATOR, SNODO atau juga JASTIS FOIS…!” tambah Pak Mumu, yang bnar-benar membuat anak-anak NASI UDUK ‘terbang’…

“Nah, begini, langsung saja, saat ini saya sedang mencari satu tim nasyid baru untuk dijadikan pelengkap di album kompilasi ‘Nasyid Rookie 2006’, dan saya bermaksud menawari kalian. Ayo, gimana…?” tanya Pak Mumu.

Anak-anak NASI UDUK mulai kelabakan. Diaz, saking tidak percayanya, ia sampai menampar pipinya sendiri…

“Eh, gimane bro, ambil gak…?” bisik Juno ke yang lainnya.
“Ya udah lah ambil aja, kapan lagi men, bisa rekaman…! Iya gak…?” timpal Eman.
“OK-OK, ane tanya ke semuanya, mo kita ambil ato nggak nih…?” tanya Ikono.
“AMBIIILLL….!!!” jawab semuanya kompak.

“Baik, deal ya… OK, untuk perencanaan awal kita, saya tunggu kalian besok, jam 9 pagi, di kantor pusat ANI, jalan Jendral SoedirBoy no 999. Makasih semuanya, mohon maaf saya agak buru-buru, masih ada urusan lain. OK, saya tunggu besok, Assalamu’alaikum…”, Pak Mumu langsung pergi meninggalkan NASI UDUK sambil tersenyum gembira penuh kemenangan.

“Alhamdulillaahirabil ‘aalamiin… Ayo semua takbir yah…!! ALLAHU AKBAR…!!”

“ALLAHU AKBAR…!!”

* * *

“Yaz, bangun, yaz. Udah subuh nih. Susah amat sih dibangunin…”, seru Ikono.
“Apa apaan sih ente? Loh ngapain, kok ane ada di tempat tidur?” Diaz kebingungan.
“Ada-ada aje, ente mimpi kali tuh…”, tambah Ikono.
“Yaaah, Cuma mimpi, siaaaaal…….”.

* * *

“Hasil karya besar itu berawal dari sebuah mimpi sederhana”…=p
Tetep rajin latian ye…

Tsunami, Nikah, dan Yunus

Aceh memang negeri sejuta hikmah, setidaknya buat saya personally. Unik karena banyak hal, juga tentunya tsunaminya. Cuman di aceh, daerah yang memiliki plang pengumuman di jalan-jalan bertuliskan "jalur evakuasi tsunami".
Sekali waktu saya coba ke pantai laut hindia-nya meulaboh, dan merasakan ombak setinggi 2 kali tinggi rata-rata orang indonesia dewasa. Yang pertama ada dalam benak saya adalah,"Gimana sih rasanya diserbu ombak tsunami?" Akhirnya saya sengajakan-lah diri ini untuk diamuk ombak, dan "Oh kira-kira begini rasanya..."

Kata orang-orang lokal,"Airnya setinggi itu mas!" sambil memberikan isyarat ketinggian kurang lebih setara dengan tiang listrik standar, "Arusnya kenceng mas, nggak sempet lagi lari!"

Bang Dian rohimahulloh, sahabat terdekat saya ketika di aceh pernah bilang begini,"Wah ngeri dulu mas! Rasanya tuh udah kayak kiamat kecil aja. Langit gelap gulita, terus bener-bener jalanan itu terbelah dua; terbuka, terus tertutup lagi. Mayat-mayat berhamburan di depan mata."

Pak supir kami dengan sangat berapi-api menceritakan pengalaman spiritualnya,"Ada mas, yang meninggalnya itu masih utuh pake jilbab, gak masuk akal kan... Ada juga yang tanpa sehelai kain pun. pernah kejadian, ada orang yang suka nyolong cincin dari mayat-mayat, besoknya dia langsung jadi gila. Pasti gara-gara kualat itu mas."

kembali ke bang dian, "Efeknya mas ya, percaya nggak, entah kenapa orang-orang setelah periode tsunami itu mendadak jadi banyak yang langsung nikah!" Mumpung sempet, gitu kali ya di benak mereka :).
"Selain itu mas, orang-orang tuh pada tobat setelah itu. Langsung solatnya jadi rajin, masjid rame", lanjut bang dian.
"Tapi nggak lama sih itu mas, abis itu ya lambat laun balik lagi kayak dulu, lupa lagi. Maksiat lagi..."

Saya langsung teringat ayat yang selalu bikin merinding setiap saya baca di surat yunus:

22. Dialah yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatannya kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.
23. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenimatan hidup dunia, kemudian kepada Kamilah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.



Wallahua'lamu bishshowab

Passenger waited at Kenangan Station


Hanya selintas pemikiran untuk merangkai setiap stasiun kenangan dalam hidup saya menjadi sebuah rute perjalanan yang indah

About Me

Singapore, Jurong, Singapore
Full-Time Undergraduate Student Materials Science and Engineering Nanyang Technological University Singapore