Wednesday, November 19, 2008

Ketika Air Mulai Meninggi di Bukit Duri

Barusan membaca berita di kompas.com (http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/14/13595290/Terendam.Banjir..SMA.8.Jakarta.Diliburkan), sekolah saya tercinta banjir lagi -thx buat mas reyhan atas infonya. Katanya sih belum terlalu tinggi. Dari gambar yang dipajang pun terlihat airnya masih setinggi betis. Alhamdulillah, berarti masih belum cukup berbahaya...

"Loh kok alhamdulillah no? Kan enak banjir, kapan lagi..."

Entah saya disangka ikut aliran apa oleh kawan-kawan, sehingga bisa berdiri tegak di barisan yang lain, meskipun terpisah dari mainstream anak 8; coba tebak, ekspresi apa yang diungkapkan oleh anak 8 ketika banjir?

"Asyiik, pulang cepet..."
"Wah libur sampe kapan ya. Enak nih!"
"Aduhhh, kapan ya banjir lagi. Dulu enak banget ya sampe libur lama, kok angkatan gw gak dapet."

Atau komentar lain yang bisa kawan-kawan baca sendiri di artikel di kompas.com. Katanya enak bisa foto-foto, terus di-upload di facebook. Saya sendiri sudah nggak cukup ingat komentar-komentar "kegirangan" dari kawan-kawan saya dulu. Minimal ekspresinya diungkapkan dengan senyum, atau ketawa.

"Loh kenapa dengan itu semua? Bukannya wajar ya?"

Lingkungan memang punya andil besar dalam membentuk kepribadian dan pemikiran kita. Kata pepatah,"berteman dengan penjual parfum, maka kita akan ikut kena wanginya."

Begitupun kondisi kita dan kawan-kawan di sma 8. Semua senang ketika banjir datang. Semua menantikannya. Meski tanpa sadar, bisa jadi kita sedang bergembira di balik penderitaan orang lain. Pernderitaan beratus-ratus masyarakat bukit duri yang sedang pontang-panting memikirkan kejelasan masa depan mereka.

Tidak ada tanda-tanda apapun pada malam harinya. Hanya hujan deras, diliputi angin kencang, mungkin. Keesokan harinya, rumah mereka terendam. Dengan tergesa, mereka memindahkan perabotan mereka ke tempat penampungan. Berapa barang yang rusak ya? TV, dokumen-dokumen, buku, lemari, pakaian. Salah satunya saya ingat ada di depan salah satu sekolah di jatinegara (maaf ada yang bisa ngingetin apa namanya ya? ^^). Hidup terkatung-katung, tidak jelas. Berbagi MCK dengan para pengungsi. Sanitasi nggak karuan. Ibadah pun mungkin terasa tidak nikmat, walaupun bisa jadi semakin khidmat di tengah kesengsaraan.

Saya belom sehebat anak-anak puapala yang di banjir tahun 2004 (atau 05?) terjun lansgung ke sma 8. Mereka naik perahu karet yang bisa digunakan untuk camping, kemudian masuk ke masjid lantai 2, meyelamatkan beberapa warga yang terjebak dalam pengungsiannya. Karena waktu itu seingat saya, air sudah menembus lantai 2. Atau beberapa kawan yang ikut terjun mengirimkan makanan kepada para pengungsi yang terjebak itu. Belum. Yang saya lakukan, mentok, cuman membantu membersihkan lapangan dan masjid ketika banjir 2004. Loncat dari belakang kantin, agak terkejut melihat air yang ternyata belum surut. Itupun sore harinya pihak sekolah memutuskan untuk memanggil blanwir (nulisnya gimana sih yang bener?) dan akhirnya sekolah bersih dalam hitungan jam.

Tapi kawan-kawan, setidaknya saya punya hati. Meskipun saya selalu sedih, karena itulah selemah-lemahnya iman. Tidak banyak berbuat melalu lisan ataupun tangan.

Bagaimana dengan teman-teman? Para siswa maupun alumni SMA 8 dan bukit duri yang sama-sama kita cintai ini? Katanya kita adalah generasi penerus bangsa, yang suatu hari nanti akan membangkitkan negara ini dari keterpurukan :).

Mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan :).

Singapur, 14 November 2008
Hanya sebuah kontemplasi ringan
di tengah resesi ekonomi

No comments:

Passenger waited at Kenangan Station


Hanya selintas pemikiran untuk merangkai setiap stasiun kenangan dalam hidup saya menjadi sebuah rute perjalanan yang indah

About Me

Singapore, Jurong, Singapore
Full-Time Undergraduate Student Materials Science and Engineering Nanyang Technological University Singapore